Logo JagaJantung Indonesia berbentuk stent jantung yang terlihat dari atas

Elixir Medical Corporation Perkenalkan Teknologi Baru Perawatan Jantung di ISICAM 2022

INDUSTRY.co.id – Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membuka Pertemuan Tahunan Perhimpunan Kardiologi Intervensi Indonesia/Indonesian Society of Interventional Cardiology Annual Meeting (ISICAM) 2022 yang diselenggarakan oleh Persatuan Kardiologi Intervensional Indonesia (PIKI) pada 24 – 26 November di Hotel Shangri-La Jakarta.

ISICAM tahun ini, yang diikuti oleh lebih dari 1,300 peserta dari berbagai institusi terkait di Indonesia dan luar negeri, mengusung tema: “We Are All Connected Through by Heart and Vessel Intervention”, dan menyoroti pentingnya kolaborasi antara semua praktisi yang melakukan intervensi kardiovaskular, bersama dengan perawat instrumen serta profesi terkait lainnya.

Dalam sesi Breakfast Symposium dan Live Case yang merupakan salah satu dari rangkaian acara ISICAM 2022, dua ahli jantung intervensi terkemuka di Indonesia, dr. Bambang Budiono, Sp.JP. FIHA, FSCAI dan Prof. Dr. dr. Teguh Santoso, M.D., Sp. PD-KKV, Sp. JP, Ph.D., FACC, FESC. (Prof. Teguh Santoso), bersama dengan Dr. Shigeru Saito, M.D. (Dr. Saito) dari Rumah Sakit Umum Shonan Kamakura, Jepang, memperkenalkan teknologi terbaru untuk perawatan penyakit arteri koroner yang disebut Bioadaptor.

Dr. Shigeru Saito, M.D. merupakan Direktur Laboratorium Kardiologi dan Kateterisasi Rumah Sakit Umum Shonan Kamakura, Jepang, dan salah satu konselor dan praktisi Intervensi Koroner Transradial (TRI) terkemuka di dunia.

Rangkaian simposium yang berlangsung selama ISICAM 2022 diketuai oleh dr. Ismir Fahri, Sp.JP(K), FIHA, dan Komite Ilmiah ISICAM 2022 diketuai oleh dr. Amir Aziz Alkatiri, Sp.JP (K), FIHA. Salah satu sorotan utama dari acara ini adalah sesi Live Case (demonstrasi kasus langsung), di mana dokter Indonesia berkolaborasi dengan dokter dari negara lain untuk menampilkan terobosan perawatan yang dapat mengubah masa depan perawatan jantung.

Sesi Live Case perawatan dengan teknologi Bioadaptor yang dilakukan dari Rumah Sakit Medistra Jakarta ini dipimpin oleh dr. Bambang Budiono, Sp.JP. FIHA, FSCAI dan difasilitasi diantaranya oleh dr. Chaerul Ahmad dari RS Dr Hasan Sadikin Kota Bandung dan dr. Afdhalun dari RS BP Batam Kota Batam. Operator Live Case dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Teguh Santoso, M.D., Sp. PD-KKV, Sp. JP, Ph.D., FACC, FESC. dari Rumah Sakit Medistra Jakarta dan Dr. Linda Putra.

Prof. Teguh Santoso juga menyampaikan tanggapan positifnya dalam menggunakan produk dalam kasus yang kompleks ini. “Fitur yang menjadi pembeda utama dari Bioadaptor adalah pemulihan fungsi dan pergerakan pembuluh darah, yang akan menciptakan perubahan paradigma dalam pengobatan pasien dengan penyakit kardiovaskular. Saya yakin bahwa Bioadaptor akan memajukan bidang intervensi vaskular,” kata Prof. Teguh.

“Tidak seperti ring jantung dengan penyalut obat yang tradisional, Bioadaptor adalah implan logam yang memiliki elemen ‘tidak mengekang’ yang memungkinkan pemulihan gerakan dan fungsi arteri yang dirawat, berpotensi mengurangi risiko masalah kesehatan yang serius dari waktu ke waktu. Perangkat ini juga berpotensi meningkatkan hasil klinis dengan memulihkan remodeling positif adaptif, perluasan alami arteri sebagai respons terhadap penumpukan plak, menghasilkan aliran darah yang baik bahkan saat penyakit terus berkembang.” imbuhnya.

Bioadaptor adalah teknologi terbaru dalam pengobatan penyakit jantung koroner yang dikembangkan dan diproduksi oleh Elixir Medical Corporation, sebuah perusahaan teknologi medis yang berbasis di Silicon Valley, California, Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri, Bioadaptor telah berhasil diimplementasikan dalam prosedur PCI (prosedur intervensi non bedah dengan menggunakan kateter untuk melebarkan atau membuka pembuluh darah koroner) pertama kali pada pasien di Rumah Sakit Medistra Jakarta pada Maret 2022 oleh Prof. Teguh Santoso.

“Sekalipun teknologi terkini stent bersalut obat (drug eluting stent/ DES) telah memperlihatkan penurunan kejadian kardiovaskular secara signifikan dibanding dengan DES generasi pertama, DES masih menyisakan masalah kejadian berupa penyempitan ulang dan sindrom koroner akut sekitar 2 % hingga 3 % per tahun. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kemampuan pembuluh darah untuk melakukan ‘vasokonstriksi’ (pengecilan lumen pembuluh darah) dan ‘vasodilatasi’ (pelebaran lumen pembuluh darah), yang juga disebut dengan istilah vasomotion, yang disebabkan karena platform DES membuat pembuluh menjadi kaku atau rigid seperti dalam kerangkeng.” kata dr. Bambang Budiono, Sp.JP. FIHA, FSCAI dalam sesi Live Case.

dr. Bambang mengatakan, langkah intervensi non bedah pada penyakit kardiovaskular saat ini di dunia telah mengalami kemajuan yang luar biasa, salah satunya adalah inovasi teknologi Bioadaptor, platform baru yang lebih fisiologis. Melalui evaluasi pencitraan intra koroner, platform Bioadaptor terbukti dapat secara lentur mengikuti anatomi pembuluh darah serta memungkinkan untuk mengikuti fungsi vasomotion pembuluh darah. Kemampuan ini tentu berdampak positif secara jangka panjang berupa patensi pembuluh darah, meminimalkan potensi untuk penyempitan ulang.

“Jadi perbedaan prinsip antara Bioadaptor dan DES adalah pada kemampuan untuk memulihkan fungsi pembuluh darah dalam waktu 6 bulan pasca prosedur, sehingga secara fungsional menyerupai fungsi pembuluh asli. Di samping itu platform ini memberi kesempatan pembuluh koroner melakukan ekspansi sehingga mempertahankan lumen pembuluh meskipun terjadi akumulasi plak (positive remodelling).” tambahnya.

Uji klinis di berbagai pusat layanan kardiovaskular di berbagai negara di Eropa, Amerika dan Asia telah melaporkan hasil yang menjanjikan berupa tidak ditemukannya penyempitan ulang maupun kejadian kardiovaskular mayor berupa sindrom koroner akut pada pasien-pasien yang telah dilakukan implantasi Bioadaptor pada 24 bulan pasca prosedur.