Logo JagaJantung Indonesia berbentuk stent jantung yang terlihat dari atas

Dunia Kedokteran Kian Canggih, Bioadaptor Jadi Teknologi Baru Perawatan Jantung

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Teknologi inovasi dalam berbagai sektor kini semakin mutakhir seiring perkembangan zaman, termasuk pada bidang kedokteran.

Penanganan dan perawatan berbagai penyakit pun kini kian mudah dengan pemanfaatan inovasi.

Saat ini ada teknologi terbaru bidang kedokteran yang dapat dimanfaatkan untuk perawatan penyakit arteri koroner yakni ‘Bioadaptor’.

Dikutip dari laman www.pcronline.com, Senin (28/11/2022), Profesor Kardiologi di Fakultas Kedokteran Humanitas, Konsultan Senior Kardiologi Intervensi di Rumah Sakit Penelitian Humanitas, Rossano Milan, dan Direktur Laboratorium Kateterisasi Jantung di Rumah Sakit Columbus Milan, Italia, Dr. Antonio Colombo, MD sempat mempresentasikan hasil 24 bulan dari studi klinisnya.

Studi klinisnya itu menunjukkan profil keamanan yang sangat baik untuk Bioadaptor, tidak ada revaskularisasi pembuluh target (TVR) selama 24 bulan, tidak ada infark miokard (MI) hingga 24 bulan dan tidak ada trombosis perangkat selama 24 bulan.

“Arteri koroner secara alami memiliki kemampuan untuk berkembang seiring perkembangan penyakit untuk menjaga aliran darah ke jantung. Stent yang mengelusi obat mengurung arteri koroner dan menghambat respons fisiologis ini. Pada 24 bulan, Bioadaptor terus menunjukkan tidak ada trombosis, tidak ada MI, dan tidak ada revaskularisasi pembuluh target yang menunjukkan profil keamanan yang kuat serta kinerja yang sangat baik,” tegas Dr. Colombo.

Sementara itu dalam Pertemuan Tahunan Perhimpunan Kardiologi Intervensi (ISICAM) 2022 bertema ‘We Are All Connected Through by Heart and Vessel Intervention’ yang dibuka oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, ada sesi demonstrasi kasus langsung (Live Case) yang dilakukan Prof. Dr. dr. Teguh Santoso, M.D., Sp. PD-KKV, Sp. JP, Ph.D., FACC, FESC. dari Rumah Sakit Medistra Jakarta.

Prof Teguh menjelaskan bahwa fitur yang menjadi pembeda utama dari Bioadaptor adalah pemulihan fungsi dan pergerakan pembuluh darah, yang akan menciptakan perubahan paradigma dalam pengobatan pasien dengan penyakit kardiovaskular.

“Saya yakin bahwa Bioadaptor akan memajukan bidang intervensi vaskular,” kata Prof Teguh yang bertindak sebagai Operator Live Case tersebut.

Ia juga menyampaikan tanggapan positifnya dalam menggunakan produk pada kasus yang kompleks ini.

“Tidak seperti ring jantung dengan penyalut obat yang tradisional, Bioadaptor adalah implan logam yang memiliki elemen ‘tidak mengekang’, yang memungkinkan pemulihan gerakan dan fungsi arteri yang dirawat, berpotensi mengurangi risiko masalah kesehatan yang serius dari waktu ke waktu,” jelas Prof Teguh.

Perangkat ini, kata dia, juga berpotensi meningkatkan hasil klinis dengan memulihkan remodeling positif adaptif, perluasan alami arteri sebagai respons terhadap penumpukan plak, serta menghasilkan aliran darah yang baik, bahkan saat penyakit terus berkembang.

Perlu diketahui, Bioadaptor adalah teknologi terbaru dalam pengobatan penyakit jantung koroner yang dikembangkan dan diproduksi oleh Elixir Medical Corporation, sebuah perusahaan teknologi medis yang berbasis di Silicon Valley, California, Amerika Serikat (AS).

Di Indonesia sendiri, teknologi ini telah berhasil diimplementasikan dalam prosedur PCI pertama kali pada pasien di Rumah Sakit Medistra Jakarta pada Maret 2022 oleh Prof. Teguh Santoso.

Prosedur PCI adalah intervensi non bedah dengan menggunakan kateter untuk melebarkan atau membuka pembuluh darah koroner.

Sementara itu, dr. Bambang Budiono, Sp.JP. FIHA, FSCAI yang memimpin sesi live case Rumah Sakit Medistra itu menyampaikan dalam sesi tersebut bahwa teknologi terkini stent bersalut obat atau Drug Eluting Stent (DES) memang telah memperlihatkan penurunan kejadian kardiovaskular secara signifikan dibandingkan dengan DES generasi pertama.

“Namun DES masih menyisakan masalah kejadian berupa penyempitan ulang dan sindrom koroner akut sekitar 2 hingga 3 persen per tahun,” kata dr. Bambang.

Hal ini, kata dia, disebabkan oleh hilangnya kemampuan pembuluh darah untuk melakukan pengecilan lumen pembuluh darah (vasokonstriksi) dan pelebaran lumen pembuluh darah (vasodilatasi) yang juga disebut dengan istilah vasomotion.

Ini disebabkan karena platform DES membuat pembuluh menjadi ‘kaku atau rigid seperti dalam kerangkeng’.

“Langkah intervensi non bedah pada penyakit kardiovaskular saat ini di dunia telah mengalami kemajuan yang luar biasa, salah satunya adalah inovasi teknologi Bioadaptor, platform baru yang lebih fisiologis,” papar dr. Bambang.

dr. Bambang pun menyampaikan bahwa melalui evaluasi pencitraan intra koroner, platform Bioadaptor diklaim tidak hanya terbukti dapat secara lentur mengikuti anatomi pembuluh darah.

Namun juga memungkinkan untuk mengikuti fungsi vasomotion pembuluh darah.

“Kemampuan ini tentu berdampak positif secara jangka panjang berupa patensi pembuluh darah, meminimalkan potensi untuk penyempitan ulang” tutur dr. Bambang.

Terkait perbedaan prinsip antara Bioadaptor dan DES terletak pada kemampuan untuk memulihkan fungsi pembuluh darah dalam waktu 6 bulan pasca prosedur, sehingga secara fungsional menyerupai fungsi pembuluh asli.(*)